Senin, 21 Maret 2011

7 Cara Atasi Rasa Malu

7 Cara Atasi Rasa Malu

Orang-orang dengan sifat pemalu secara naluri menyimpan kesadaran kalau diri mereka terlewatkan dari orang lain. Sifat pemalu biasanya membuat seseorang kehilangan kesempatan, kurang mendapat kesenangan dan terkucil dari hubungan sosial. Sifat pemalu dapat membawa banyak kerugian. Tapi bagi Anda yang memiliki sifat ini, tak perlu berkecil hati, karena pada dasarnya ada banyak cara untuk mengusir jauh-jauh sifat yang merugikan ini.
Sebenarnya, formula dari rasa malu terdiri dari 'terlalu berpusat pada diri sendiri' dicampur dengan rasa gugup. Dan ada paduan yang lebih tak menyangkan, saat rasa malu itu mempengaruhi fisik Anda dengan cara 'membajak' ketenangan logis. Rasa malu adalah sebuah kombinasi dari kegugupan sosial dan pengkondisian sosial. Untuk mengatasi rasa malu ini, yang Anda butuhkan adalah belajar bersikap rileks dalam pergaulan sosial. Dibutuhkan usaha untuk mengarahkan diri Anda jauh dari terlalu berpusat pada diri sendiri, serta memberi diri Anda ruang untuk mempraktekan kemampuan bercakap-cakap. Dalam kebanyakan kasus, emosi yang memuncak dalam bersosialisasi membuat orang menanggapi berbagai kejadian dengan rasa takut. Untuk memulai mengurangi rasa malu, bagi Anda yang pemalu, ada beberapa hal di bawah ini yang mungkin dapat Anda praktekan.

1. Pikirkan tentang cara Anda merasa dan bertindak di sekitar orang-orang yang telah Anda kenal, dimana Anda bisa merasa nyaman dan bersikap spontan. Alihkan perasaan itu saat Anda bertemu kenalan baru, begitu pula dalam situasi yang membuat rasa percaya diri Anda memudar.


2. Hindari terlalu memperhatikan diri Anda sendiri. Tentu saja, Anda boleh sedikit memikirkan tentang bagaimana Anda akan melewatkan perbicangan dengan orang banyak, tapi jika seluruh fokus Anda tercurah pada kata-kata sendiri dan perasaan Anda, selanjutnya Anda akan mulai merasa gugup sendiri. Ingat-ingat apa yang dikenakan oleh orang lain dan buat catatan tersendiri, dengarkan apa yang mereka perbincangkan, bayangkan dimana mereka tinggal, buat sebuah garis besar atau ingat-ingat nama mereka. Hal ini bukan hanya memberi Anda bahan perbincangan, tapi juga mencairkan ketegangan dalam bersosialisasi dan membuat perasaan Anda lebih tenang.

3. Buat pertanyaan terbuka pada semua orang. Banyak orang yang lebih senang bicara tentang diri mereka sendiri, dan temukan sebuah topik yang membuat orang lain tertarik. Apa yang membuat mereka tertarik akan membuat perbicangan berjalan menyenangkan bagi semua orang. Selalu ajukan pertanyaan yang memungkinkan jawaban lebih dari ya/tidak.

4. Berhentilah percaya pada imajinasi Anda. Mungkin Anda pernah membuat gambaran tentang sebuah liburan yang menyenangkan dan pada kenyataanya jauh berbeda dari yang Anda bayangkan. Itu menunjukan beatapa tak dapat dipercayanya bayangan kita sendiri. Berhentilah memikirkan apa yang dipikirkan orang lain, karena apa yang dipikiran orang lain tentang Anda, belum tentu sama persis seperti bayangan Anda.

5. Berhentilah memikirkan 'segalanya atau bukan apa-apa.' Pemikiran 'pasti begini/pasti begitu' tertuang saat Anda mengalami emosi. Orang-orang yang sedang depresi, marah dan gelisah melihat kenyataan dari hal-hal ini dengan perbedaan yang ektrim. Bagi orang yang sedang marah 'Anda salah' dan 'mereka benar,' orang yang marah akan melihat dirinya 'gagal', sedang yang lain
'berhasil.' Jadi berhentilah berpikir kalau Anda mungkin telah mengatakan hal yang salah, atau orang lain akan membenci Anda. Saat Anda merasa rileks dalam pergaulan sosial, Anda juga akan mendapat lebih sedikit peringatan dari diri sendiri, karena dalam keadaan gugup, biasanya Anda akan mulai berpikir tentang segalanya atau bukan apa-apa.

6. Nikmati waktu Anda. Hindari mengatakan hal-hal tanpa berpikir terlebih dulu. Ajukan pertanyaan, dan jika mendapat pertanyaa. Anda dapat mempertimbangkan jawaban terlebih dahulu sebagai tanggapan Anda, jangan asal menjawab tanpa berpikir. Jawaban yang diluncurkan dengan perlahan merupakan cara bersikap santai.

7. Akhirnya, gunakan latihan hipnotis. Hipnotis merupakan cara tercepat untuk mengubah tanggapan instink/emosi Anda dalam setiap situasi. Hanya pikirkan bahwa pikiran dan tubuh Anda dalam keadaan rilek sewaktu bertemu orang baru. Sebenarnya, sewaktu Anda merasa santai seringkali Anda akan menemukan saat yang tepat untuk menerapkan hipnotis agar merasa lebih percaya dirisaat berhadapan dengan orang-orang baru, dan tentu saja pada titik ini rasa malu akan tersingkir dengan sendirinya. Bagi Anda yang memiliki masalah dengan rasa malu saat bertemu dengan kenalan baru, dapat Anda mencoba tujuh tips yang kami sampaikan di atas. Dan semoga setelah itu Anda akan lebih percaya diri saat bertemu orang-orang baru dalam pergaulan sosial.

Dapat Apa Sih di Universitas?

Knowledge (Pengetahuan): Kita jadi tahu bahwa di motor ada lampu, stang kemudi, rem, gas, spion, bel. Kita juga tahu cara bagian motor itu bekerja termasuk gimana njalaninya. Kalau kita belajar pemrograman, ya kita ngerti lah apa itu fungsi, apa itu variable, juga apa itu object, apa itu method, apa itu attribute. Kita juga diajarin banyak lagi pengetahuan, sistem basis data, rekayasa perangkat lunak, pemrograman berorientasi objek, software project management, dsb. Pokoknya yang selama ini bikin pusing itulah knowledge. Lho kenapa bikin pusing? Soalnya kampus kadang nggak imbang ngasih knowledge dan keterampilan, alias besar teori daripada praktek :)

Skill (Keterampilan): Kita ngerti cara ngidupin motor. Supaya motor maju harus masukan gigi ke satu dan tekan gas. Kecepatan mulai tinggi masukin ke gigi dua, kalau ada halangan di depan injek rem. Kalau mau belok tekan lampu sen. Di kampus, tugas mandiri, misalnya disuruh buat kalkulator atau program deteksi bilangan prima di mata kuliah OOP itu semua untuk ngelatih keterampilan. Semakin banyak tugas, harusnya makin terampil, cuman kalau nyontek, ya makin bego aja mahasiswa :) Usahakan untuk mengerjakan sendiri tugas, karena tujuannya untuk melatih keterampilan kita, sayang masa depan kita kalau kita sering nyontek dalam tugas mandiri. Nah, IPK itu hanya untuk mengukur mahasiswa di level knowledge dan skill. Jadi peran IPK sebenarnya hanya sampai di sini ;)

Technique (Teknik): Ternyata keterampilan nggak cukup, karena kita perlu menguasai teknik misalnya supaya motor kecepatan tinggi nggak ngepot. Kita ngeremnya harus dari jauh dan pakai rem tangan plus rem kaki bareng. Mau belok juga harus ambil ancang-ancang, kecepatan diturunkan, baru belok. Nah kalau di kampus, karena mata kuliah banyak dan di setiap mata kuliah ada tugas coding, keterampilan bahasa Java kita jadi meningkat. Kita bisa bahasa Java kromo inggil, ngoko, eh bukan maksud saya kita jadi punya banyak teknik supaya program kita lebih rapi, program kita lebih cepat jadi, punyak teknik untuk bisa reuse code, coding jalan terus walaupun pakai notepad atau emacs, dsb.

Attitude (Sikap): Wah ternyata pengetahuan, keterampilan, teknik saja nggak cukup membuat kita bisa survive di dunia. Kita perlu sikap yang baik dalam mengendarai motor. Lampu lalu lintas itu kalau merah berhenti, jangan nyelonong saja. Kalau nyalip orang juga jangan dari kiri. Hormati pengendara lain, dahulukan perempuan atau yang membawa anak-anak. Jangan asal ngebut di kampung orang, kalau nggak mau benjol tuh kepala. Sikap ini kalau di kampus, ya kalau jadi programmer jangan terus buat virus, atau ngerusak sistem orang, atau malah maling code orang :) Nah ini semua adalah sikap. Kampus yang hanya mengajari orang untuk punya pengetahuan, teknik dan keterampilan tanpa memperhatikan attitude (sikap) artinya mendidik orang pinter tapi sesat di jalan.

Experience (Pengalaman): Pengalaman ini seperti jam terbang. Hanya bisa kita dapatkan kalau kita pernah mengalami kejadian dan pengalaman. Contohnya, karena sering bolak-balik ke Puncak untuk jualan pisang ;) , kita jadi ngerti banget mainin gigi supaya mesin nggak rontok meskipun naik gunung terjal nan macet. Terus juga karena rumah sering kebanjiran, kita ngerti banget lah kira-kira banjir berapa senti yang bikin motor kita nggak bisa jalan. Gimana kalau jatuh, sebaiknya posisi tubuh seperti apa yang membuat luka tidak parah. Semua kita dapatkan dari pengalaman. Pengalaman itu mahal, ya pasti karena kadang ada harga yang harus dibayar. Terus kalau di Kampus, pengalaman kan nggak ada? Hmm pengalaman itu tetap ada, kita KKN, magang, kerja paruh waktu, ngerjain TA itu adalah supaya punya pengalaman. Banyak buat project (software) yang bisa dijual, mulai belajar jualan, latih jiwa enterpreneurship adalah keharusan untuk bekal hidup di dunia IT nan ganas dan kejam.

Tips Memilih Perguruan Tinggi & Jurusan


"Mau nerusin ke mana?" Itu adalah satu pertanyaan yang sering dilontarkan sesudah kita menyelesaikan studi di SLTA. Pertanyaan klasik yang sederhana tetapi tidak semudah itu untuk menjawabnya. Ngomong-ngomong, apa jawaban anda?

Di Indonesia saat ini terdapat 2900+ Perguruan Tinggi Swasta (PTS), tersebar dari Sabang sampai Merauke (tidak termasuk Timor Leste). Ada PTS berbentuk Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi, dan lain-lain. Masing-masing PTS mungkin menyelenggarakan lebih dari satu program studi, dan bisa jadi suatu program studi diselenggarakan dalam 2 atau lebih jalur/jenjang pendidikan, misalnya D1, D3, S1. (Kalau anda kurang memahami istilah-istilah tersebut, saya sarankan anda membaca kembali Struktur Pendidikan Tinggi). Bagaimana anda menentukan PTS pilihan anda? Jurusan apa? Lalu jalur/jenjang pendidikannya? Faktor apa saja yang perlu anda pertimbangkan dalam menentukan pilihan tersebut? Permasalahan menjadi jauh lebih sederhana jika di kota anda hanya ada satu PTS dan, karena satu atau lain hal, anda tidak bisa kuliah di luar kota. Tetapi, kasusnya biasanya tidak demikian. Permasalahan muncul karena anda bisa memilih.

Minat

Faktor utama yang harus anda pertimbangkan adalah minat anda. Hampir boleh dipastikan, tidak ada mahasiswa yang berhasil dalam studinya jika itu bertentangan dengan minatnya. Orang lain, termasuk orang tua, boleh memberikan saran atau masukan apapun, tetapi andalah yang akan menjalani sekian tahun proses belajar di perguruan tinggi. Sudah terlalu sering kita mendengar kegagalan mahasiswa karena ketidakcocokan dengan bidang studi yang diminatinya. Jangan sampai hal ini terjadi pada anda.

Biaya

Kemampuan keuangan sangat menentukan pilihan anda. Ini adalah faktor terpenting berikutnya yang harus anda perhitungkan. Kuliah di perguruan tinggi melibatkan banyak komponen biaya. Anda mungkin geleng-geleng kepala kalau saya sebutkan yang berikut ini, mulai uang pendaftaran, uang gedung, uang kuliah pokok, uang SKS, uang praktikum, uang ujian, uang jaket, uang buku, uang kesehatan, uang KKN, uang skripsi, uang ini, uang itu........ you name it. Belum lagi biaya-biaya tidak langsung, seperti biaya kos, biaya hidup, biaya transportasi, biaya buku, biaya foto copy, dan lain-lain. Kalikan itu dengan sekian tahun masa kuliah anda.

Kalau anda bisa tinggal di rumah selama kuliah, sebaiknya ini yang anda pilih. Jadi, pilihlah PTS yang ada di kota anda. Kalau harus kuliah di luar kota, usahakan untuk tinggal di rumah saudara. Ini akan sangat banyak menghemat.

Sebelum melakukan pendaftaran, tanyakan semua komponen biaya yang harus anda bayarkan di PTS yang bersangkutan. Ingat untuk kuliah anda tidak hanya membayar uang kuliah saja. Tanyakan juga waktu pembayarannya. Biasanya PTS memberlakukan sistem pembayaran yang diharapkan tidak memberatkan mahasiswa, misalnya uang gedung boleh diangsur sekian kali, uang kuliah pokok dan uang SKS tidak dibayarkan bersamaan, dan lain sebagainya. Perhitungkan semuanya jika anda tidak ingin gagal karenanya.

Prospek

Dari ratusan program studi yang ditawarkan oleh PTS, tentu tidak semuanya menjanjikan prospek pekerjaan yang cerah di masa mendatang, 4 - 6 tahun sesudah anda menginjak bangku kuliah. Ada program studi yang tidak populer, sepi peminat karena dianggap tidak menarik atau kurang memberikan harapan pekerjaan dengan hasil yang memadai. Ada juga program studi yang selalu menjadi favorit, walaupun banyak lulusannya yang menganggur. Baik karena kurangnya lapangan pekerjaan atau pun terlalu banyaknya lulusan.

Anda dituntut untuk dapat memprediksi prospek bidang studi yang anda pilih dalam memasuki lapangan pekerjaan sesudah anda lulus nanti. Sebagai contoh, pemerintah pernah menyatakan program studi hukum sebagai jurusan yang sudah jenuh karena jumlah perguruan tinggi penyelenggara dan jumlah mahasiswa yang mengambil program studi ini. Anda harus sangat istimewa di bidang ini untuk dapat bersaing dengan sekian banyak lulusan lainnya.

Apakah hal itu masih berlaku sekarang? Di era reformasi ini kita banyak melihat kasus-kasus hukum yang mulai mencuat ke permukaan. Orang bicara mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab. Banyak buruh melakukan demo menuntut haknya dipenuhi. Selesaikan secara hukum. Banyak perusahaan dan bank yang memerlukan penyelesaian hukum untuk menuntaskan permasalahan sesudah krisis ekonomi ini. Bukankah logis kalau hal-hal tersebut diselesaikan oleh para sarjana hukum?

Kita lihat juga jurusan pertanian dan kelautan. Sesudah sektor industri dan perbankan terpuruk akhir-akhir ini, orang mulai melirik lagi sektor pertanian. Jumlah penduduk Indonesia yang demikian besar, dan semuanya butuh makan setiap hari, menuntut tersedianya bahan pangan yang cukup untuk itu. Dan bukankah Tuhan memberikan tanah yang demikian subur kepada bangsa kita? Kenapa kita kalah dari Thailand misalnya dalam produksi hasil pertanian?

Bukan hanya tanah subur yang Tuhan berikan kepada kita, tetapi juga laut yang sangat luas dan kaya. Pemerintah pun menyadari hal ini dengan menunjuk seorang menteri yang bertugas untuk mengeksplorasi potensi kelautan Indonesia. Apakah bidang tersebut masih prospektif 5 tahun yang akan datang? Hei.... kita baru saja mulai.

Globalisasi? Tentu saja ini akan sangat menentukan wajah dunia masa datang. Perdagangan bebas, banyaknya perusahaan asing yang masuk ke Indonesia (di antaranya karena aset negara kita terpaksa dijual kepada mereka!), semuanya menuntut standar dunia juga. Bahasa asing (bukan hanya bahasa Inggris), perdagangan internasional, lingkungan, peralatan berteknologi tinggi, komputer, internet, dan banyak lagi akan menjadi tuntutan yang tak terhindarkan.

Saya ingatkan, tidak ada prediksi yang benar 100%. Tetapi akan sangat berguna kalau anda bisa mengantisipasi kondisi di masa depan. Kalau anda merasa tidak mampu melakukannya sendiri, bertanyalah kepada orang tua, guru, teman, konsultan, atau siapapun. Jangan pertaruhkan masa depan anda karena ketidaktahuan ini.

Sesudah ketiga faktor di atas anda pertimbangkan masak-masak, kini tiba saatnya anda memilih perguruan tinggi yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sediakan cukup banyak waktu, karena lebih banyak faktor eksternal dan bersifat teknis yang terlibat di sini.

MEMILIH PERGURUAN TINGGI

Dari 2900+ perguruan tinggi swasta di Indonesia, tentu saja tidak semuanya memenuhi kriteria minat, biaya dan prospek yang sudah anda tentukan. Coret PTS yang tidak memiliki program studi sesuai minat anda. Singkirkan PTS-PTS yang biaya kuliahnya terlalu mahal bagi anda, atau terlalu jauh dari tempat tinggal anda sehingga biaya untuk kuliah di sana akan terlalu tinggi. Dengan demikian daftar yang anda miliki akan semakin pendek. Tetapi itupun mungkin masih cukup panjang sehingga memerlukan pendalaman lebih jauh. Faktor apa lagi yang perlu dilihat dari suatu perguruan tinggi untuk menentukan pilihan akhir anda?

Reputasi

Kalau saya harus memilih salah satu PTS tanpa melihat faktor-faktor internal lainnya, pertimbangan utama yang paling gampang saya gunakan adalah reputasi PTS tersebut. Reputasi di sini berarti PTS yang bersangkutan secara umum dikenal sebagai PTS yang baik, memiliki sarana belajar mengajar yang baik dengan fasilitas yang memadai. Lulusannya pun tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan. Bahkan ada lulusan PTS yang menjadi rebutan perusahaan-perusahaan pemakainya.

Apakah tidak mungkin salah jika memilih PTS ini? Harus kita ingat, reputasi tidak datang dalam sekejap. Reputasi ini biasanya dibangun dengan kerja keras dan melalui proses yang panjang. Bisa saya katakan bahwa anda berada on the safe side jika memilih salah satu dari PTS-PTS ini. Bukan berarti lalu anda berhenti di sini saja. Masih ada hal-hal lain yang harus anda cermati.

Status Akreditasi

Status akreditasi ini adalah salah satu faktor yang paling sering digunakan oleh PTS untuk mengiklankan dirinya. Tidak terlalu salah memang, karena hal itu menunjukkan mutu/kemampuan PTS dalam menyelenggarakan suatu program studi. Status ini didapat setelah diadakan penilaian tentang semua unsur yang diperlukan untuk itu, termasuk fasilitas pendidikan, nisbah dosen tetap dan mahasiswa, kurikulum pendidikan, dan banyak hal lainnya. Masalahnya, tidak semua orang memahami dengan jelas tentang status ini, dan tampaknya banyak PTS yang menyadari dan memanfaatkan ketidaktahuan tersebut.

Yang terutama adalah: status akreditasi diberikan kepada program studi di suatu PTS dan bukan kepada PTS yang bersangkutan. Jadi sebetulnya tidak ada istilah PTS yang disamakan. Yang benar adalah (satu atau lebih) program studi di PTS tersebut statusnya disamakan. Mungkin saja PTS tadi memiliki 3 program studi (misalnya A, B, dan C), masing-masing dengan jenjang S1 dan D3. Kalau program studi A jenjang D3 saja (satu dari enam) yang memperoleh status disamakan, apakah tepat kalau PTS tersebut mengatakan statusnya disamakan?

Yang perlu anda ketahui juga, status akreditasi ini menentukan kemandirian suatu program studi dalam melaksanakan proses belajar mengajar, misalnya ujian negara atau penerbitan ijazah. Suatu program studi (sekali lagi bukan PTS) yang sudah dinyatakan terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) berhak untuk menyelenggarakan sendiri semua kegiatannya. Artinya anda tidak lagi harus mengikuti ujian negara yang dilaksanakan oleh Kopertis, dan ijazah yang anda terima cukup disahkan oleh PTS tempat anda kuliah.

Sekali lagi, tanyakan dengan jelas status akreditasi program studi yang anda pilih. Jangan percaya begitu saja dengan klaim yang dikeluarkan oleh suatu PTS tentang statusnya. (Uraian yang lebih rinci tentang hal ini dapat anda lihat pada topik Akreditasi).

Jalur dan Jenjang Pendidikan

Berapa lama anda mau menghabiskan waktu di bangku kuliah? Secepatnya? Berapa cepat? Selain ditentukan oleh kemampuan anda, hal ini juga tergantung dari jalur/jenjang pendidikan yang anda ambil. Pendidikan tinggi di Indonesia mengenal dua jalur pendidikan, yaitu jalur akademik (jenjang sarjana) dan jalur profesional (jenjang diploma). Jalur akademik menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, sedangkan jalur profesional menekankan pada penerapan keahlian tertentu. (Untuk lebih lengkapnya silakan lihat Struktur Pendidikan Tinggi).

Dalam kaitannya dengan waktu, jenjang sarjana membutuhkan waktu lebih lama (minimal 8 semester) dibandingkan dengan jenjang diploma (2 semester untuk D1 - 6 semester untuk D3). Hal ini tentu sangat berpengaruh pada biaya yang harus anda sediakan. Banyak orang, yang karena keterbatasannya, lebih memilih jenjang diploma dengan harapan cepat lulus dan mendapat pekerjaan.

Perlu anda ketahui, jenjang diploma dirancang sebagai jenjang terminal. Artinya, lulusannya dipersiapkan untuk langsung memasuki dunia kerja, bukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (walaupun sekarang ada yang disebut program lintas jalur, dari diploma ke sarjana). Ini berbeda dengan jenjang sarjana, yang membuka kesempatan lulusannya untuk terus mengembangkan ilmunya.

Hal lain yang harus anda perhatikan adalah tingkat persaingan di pasar kerja. Kalau banyak tenaga sarjana yang tersedia, perusahaan akan lebih memprioritaskannya dibandingkan lulusan diploma.

Gelar dan Sebutan

Sesudah anda lulus, anda akan mendapat ijazah dan salah satu dari ini: gelar akademis atau sebutan profesional. Yang pertama anda tentu tahu, Sarjana Ekonomi (SE), Sarjana Hukum (SH), dan gelar lainnya. Gelar akademis ini diberikan kepada mereka yang menyelesaikan pendidikan melalui jalur akademik (jenjang sarjana).

Lalu bagaimana kalau kita menyelesaikan pendidikan jalur profesional (jenjang diploma)? Bukan gelar akademis (Sarjana Muda, misalnya) yang kita dapatkan, melainkan sebutan profesional seperti Ahli Madya Komputer (AMd Komp). Sebutan ini mungkin belum terlalu memasyarakat, dan kadang-kadang dianggap kurang bergengsi. Banyak yang masih menggunakan (dan lebih menyukai) istilah D3-Komputer. Anda yang menentukan, gelar atau sebutan yang ingin anda tambahkan di belakang nama anda.

Fasilitas Pendidikan

Gedung megah dan ber-AC saja tidak cukup untuk menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang baik. Bukan (hanya) itu yang dimaksud dengan fasilitas pendidikan. Fasilitas seperti laboratorium (komputer, akuntansi, bahasa, dan lain-lain), bengkel, studio dan perpustakaan sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan mahasiswa. Mereka tidak hanya dituntut untuk menguasai wawasan keilmuannya saja, tetapi juga bagaimana menerapkannya di lapangan. Apalagi untuk jalur pendidikan profesional yang lebih bersifat aplikatif dan menekankan pada ketrampilan.

Sekali lagi, jangan hanya tampilan fisik yang anda perhatikan. Boleh saja PTS memasang foto-foto gedungnya yang megah, laboratorium komputernya yang canggih. Tidak ada salahnya anda coba menanyakan, kapan mahasiswa berkesempatan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut. Jangan-jangan hanya satu-dua kali per semester, atau hanya untuk mahasiswa tingkat akhir saja. Perhitungkan juga jumlah mahasiswa yang harus menggunakan fasilitas tersebut.

Kualitas dan Kuantitas Dosen

Perkembangan suatu PTS paling gampang dilihat dari jumlah mahasiswanya yang (selalu) bertambah. Ini sangat penting bagi PTS, karena mahasiswa adalah sumber utama (seringkali satu-satunya) pendapatan PTS. Dari merekalah PTS mencukupi kebutuhannya untuk membiayai operasional pendidikan, membangun gedung, menambah fasilitas pendidikan, termasuk membayar gaji dosen dan karyawannya. Oleh karena itulah ada kecenderungan PTS untuk menggali sebanyak mungkin potensi ini, baik secara kualitas (memperbesar uang gedung dan uang kuliah) maupun kuantitas (menerima sebanyak mungkin mahasiswa).

Pada sisi lain, bertambahnya mahasiswa menuntut ditambahnya jumlah dosen. Bukan hal yang mudah mendapatkan dosen dengan jumlah yang memadai, apalagi yang memenuhi kualitas yang dibutuhkan. Padahal Undang-Undang Pendidikan Tinggi mensyaratkan tercapainya nisbah (rasio) antara dosen tetap dan mahasiswa sebesar 1:30 untuk bidang studi IPS dan 1:25 untuk bidang studi IPA. Mungkin faktor dosen ini merupakan salah satu faktor paling sulit bagi suatu PTS, dan karenanya sering diabaikan atau direkayasa.

Pengabaian secara kuantitatif dilakukan dengan membebani dosen yang terbatas jumlahnya dengan beban mengajar yang besar, sehingga waktu dan tenaga dosen-dosen tersebut betul-betul tersita untuk itu. Seringkali hal ini dilakukan dengan mengabaikan aspek kualitas pengajarannya. Hampir tidak tersisa lagi waktu untuk melakukan penelitian atau pengabdian masyarakat yang merupakan pilar-pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Bisa juga suatu PTS memenuhi aspek kuantitas dosen tetap ini, tetapi dengan mengkompromikan kualitasnya. Misalnya dosen yang mengajar tidak sesuai dengan bidang ilmunya, tidak terpenuhinya kepangkatan akademik dalam pengajaran atau bimbingan tugas akhir, dan lain sebagainya.

Perekayasaan positif terjadi dengan penggunaan dosen-dosen tidak tetap. Biasanya dosen tidak tetap ini memenuhi persyaratan kelayakan mengajar, seperti latar belakang pendidikan, gelar dan kepangkatan akademis dan profesionalismenya. Masalahnya, dosen-dosen ini hanya menyediakan waktu yang terbatas kepada mahasiswa sesuai dengan status tidak tetapnya. Bagi PTS, mereka tidak bisa disertakan dalam penghitungan nisbah dosen tetap dan mahasiswa sehingga tidak berpengaruh dalam penentuan status akreditasi.

Yang paling memprihatinkan adalah jika terjadi perekayasaan negatif. Dalam hal ini PTS berusaha dengan segala macam cara untuk memenuhi nisbah tersebut. Misalnya PTS masih mencantumkan nama dosen yang sudah tidak lagi menjadi dosen tetap di sana, atau nama seseorang tercantum sebagai dosen tetap di lebih dari satu PTS. Contoh lain adalah dengan cara meminjam nama. Seseorang yang memenuhi kualifikasi akademis "diangkat" sebagai dosen tetap dengan mendaftarkannya secara resmi ke instansi yang berwenang. Artinya, secara administratif seluruh persyaratan sudah dipenuhi dan "dosen" tersebut juga menerima gaji dari PTS. Tetapi, keterlibatannya dalam kegiatan akademik hampir atau memang tidak ada sama sekali.

Sebelum anda mendaftar, cobalah untuk mencari tahu jumlah dosen tetap di PTS tersebut. Berapa orang yang bergelar S2, S3, dan mungkin ada yang sudah bergelar profesor. Kualitas keilmuan anda sangat banyak ditentukan oleh mereka.

Tips dan Trik Membuat Skripsi yang Efektif (Lengkap)


Apa itu Skripsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar "lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi".

skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).

Ada beberapa syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum "berhak" untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan segalanya sejak awal.

Skripsi tersebut akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus).

Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan
menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah "belajar meneliti".

Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.


Miskonsepsi tentang Skripsi

Banyak mahasiswa yang merasa bahwa skripsi hanya "ditujukan" untuk mahasiswa-mahasiswa dengan kecerdasan di atas rata-rata. Menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata air lebih cepat menyelesaikan skripsinya daripada mahasiswa yang di atas rata-rata.

Masalah yang juga sering terjadi adalah seringkali mahasiswa datang berbicara ngalor ngidul dan membawa topik skripsi yang terlalu muluk. Padahal, untuk tataran mahasiswa S1, skripsi sejatinya adalah belajar melakukan penelitian dan menyusun laporan menurut kaidah keilmiahan yang baku. Skripsi bukan untuk menemukan teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya replikasi adalah sudah cukup.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory.

Mana yang lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer). Jadi, tidak perlu minder jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain.


Kiat Memilih Dosen Pembimbing

Dosen pembimbing (academic advisor) adalah vital karena nasib Anda benar-benar berada di tangannya. Memang benar bahwa dosen pembimbing bertugas mendampingi Anda selama penulisan skripsi. Akan tetapi, pada prakteknya ada dosen pembimbing yang "benar-benar membimbing" skripsi Anda dengan intens. Ada pula yang membimbing Anda dengan "melepas" dan memberi Anda kebebasan. Mempelajari dan menyesuaikan diri dengan dosen pembimbing adalah salah satu elemen penting yang mendukung kesuksesan Anda dalam menyusun skripsi.

Tiap universitas/fakultas mempunyai kebijakan tersendiri soal dosen pembimbing ini. Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing yang Anda inginkan. Tapi ada juga universitas/fakultas yang memilihkan dosen pembimbing buat Anda. Tentu saja lebih "enak" kalau Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing untuk skripsi Anda.

Lalu, bagaimana memilih dosen pembimbing yang benar-benar tepat?

Secara garis besar, dosen bisa dikategorikan sebagai: (1) Dosen senior, dan (2) Dosen junior. Dosen senior umumnya berusia di atas 40-an tahun, setidaknya bergelar doktor (atau professor), dengan jam terbang yang cukup tinggi. Sebaliknya, dosen junior biasanya berusia di bawah 40 tahun, umumnya masih bergelar master, dan masih gampang dijumpai di lingkungan kampus.

Tentu saja, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau Anda memilih dosen pembimbing senior, biasanya Anda akan mengalami kesulitan sebagai berikut:

* Proses bimbingan cukup sulit, karena umumnya dosen senior sangat perfeksionis.
* Anda akan kesulitan untuk bertemu muka karena umumnya dosen senior memiliki jam terbang tinggi dan jadwal yang sangat padat.



Tapi, keuntungannya:

* Kualitas skripsi Anda, secara umum, akan lebih memukau daripada rekan Anda.
* Anda akan "tertolong" saat ujian skripsi/pendadaran, karena dosen penguji lain (yang kemungkinan masih junior/baru bergelar master) akan merasa sungkan untuk "membantai" Anda.
* Dalam beberapa kasus, bisa dipastikan Anda akan mendapat nilai A.



Sebaliknya, kalau Anda memilih dosen pembimbing junior, maka Anda akan lebih mudah selama proses bimbingan. Dosen Anda akan mudah dijumpai di lingkungan kampus karena jam terbangnya belum terlalu tinggi. Dosen muda umumnya juga tidak "jaim" dan "tidak sok" kepada mahasiswanya.

Tapi, kerugiannya, Anda akan agak "sendirian" ketika menghadapi ujian skripsi. Kalau dosen penguji lain lebih senior daripada dosen pembimbing Anda, bisa dipastikan Anda akan "dihajar" cukup telak. Dan dosen pembimbing Anda tidak berada dalam posisi yang bisa membantu/membela Anda.

Jadi, hati-hati juga dalam memilih dosen pembimbing.


Tahap-tahap Persiapan dalam menyusun skripsi

Kalau Anda beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam proyek penelitian dan Anda akan "ditarik" masuk ke dalamnya. Kalau sudah begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing.

Sayangnya, kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal. Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.

Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.

Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas.

Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah "hafal di luar kepala" sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.

Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.

Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara "baku". Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.


Hal-hal yang Perlu Dilakukan dalam menyusun skripsi

Siapkan Diri. Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.

Minta Doa Restu. Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

Buat Time Table. Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai.

Berdayakan Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.

Jadilah Proaktif. Dosen pembimbing memang "bertugas" membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, "mengejar" untuk bimbingan, dan seterusnya.

Be Flexible. Skripsi mempunyai tingkat "ketidakpastian" tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu.

Jujur. Sebaiknya jangan menggunakan jasa "pihak ketiga" yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.

Siapkan Duit. Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?


Format Skripsi yang Benar

Biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.

Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini.

Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.

Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.

Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.

Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini.

Jangan lupa untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).


Beberapa Kesalahan Pemula dalam membuat Skripsi

Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.

Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1.

Bab I : Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak. Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)

Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan.

Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan.

Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.

Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.


Menghadapi Ujian Skripsi

Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi.

Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.

Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah "konfirmasi" atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.

Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji.

Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.

Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A.

Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.

Pasca Ujian Skripsi

Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan.

Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?

Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini.

Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan.

Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan?

Tips Cara Cepat Menyusun Skripsi


.
..
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar “lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi”.

Saya juga sering mendapat kiriman pertanyaan tentang bagaimana menyusun skripsi dengan baik dan benar. Ada juga beberapa yang menanyakan masalah teknis tertentu dengan skripsinya. Karena keterbatasan waktu, lebih baik saya jawab saja secara berjamaah di sini. Sekalian supaya bisa disimak oleh audiens yang lain.

Karena target pembacanya cukup luas dan tidak spesifik, maka tulisan ini akan lebih memaparkan tentang konsep dan prinsip dasar. Tulisan ini tidak akan menjelaskan terlalu jauh tentang aspek teknis skripsi/penelitian. Jadi, jangan menanyakan saya soal cara menyiasati internal validity, tips meningkatakan response rate, cara-cara dalam pengujian statistik, bagaimana melakukan interpretasi hasil, dan seterusnya. Itu adalah tugas pembimbing Anda. Bukan tugas saya.
Apa itu Skripsi

Saya yakin (hampir) semua orang sudah tahu apa itu skripsi. Seperti sudah dituliskan di atas, skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).

Ada beberapa syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum “berhak” untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan segalanya sejak awal.

Skripsi tersebut akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus).

Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah “belajar meneliti”.

Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.
Miskonsepsi tentang Skripsi

Banyak mahasiswa yang merasa bahwa skripsi hanya “ditujukan” untuk mahasiswa-mahasiswa dengan kecerdasan di atas rata-rata. Menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata air lebih cepat menyelesaikan skripsinya daripada mahasiswa yang di atas rata-rata.

Masalah yang juga sering terjadi adalah seringkali mahasiswa datang berbicara ngalor ngidul dan membawa topik skripsi yang terlalu muluk. Padahal, untuk tataran mahasiswa S1, skripsi sejatinya adalah belajar melakukan penelitian dan menyusun laporan menurut kaidah keilmiahan yang baku. Skripsi bukan untuk menemukan teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya replikasi adalah sudah cukup.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory.

Mana yang lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer). Jadi, tidak perlu minder jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain.
Hal-hal yang Perlu Dilakukan

Siapkan Diri. Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.

Minta Doa Restu. Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

Buat Time Table. Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai.

Berdayakan Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.

Jadilah Proaktif. Dosen pembimbing memang “bertugas” membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, “mengejar” untuk bimbingan, dan seterusnya.

Be Flexible. Skripsi mempunyai tingkat “ketidakpastian” tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu.

Jujur. Sebaiknya jangan menggunakan jasa “pihak ketiga” yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.

Siapkan Duit. Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?
Tahap-tahap Persiapan

Kalau Anda beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam proyek penelitian dan Anda akan “ditarik” masuk ke dalamnya. Kalau sudah begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing.

Sayangnya, kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal. Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.

Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.

Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas.

Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah “hafal di luar kepala” sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.

Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.

Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara “baku”. Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.
Kiat Memilih Dosen Pembimbing

Dosen pembimbing (academic advisor) adalah vital karena nasib Anda benar-benar berada di tangannya. Memang benar bahwa dosen pembimbing bertugas mendampingi Anda selama penulisan skripsi. Akan tetapi, pada prakteknya ada dosen pembimbing yang “benar-benar membimbing” skripsi Anda dengan intens. Ada pula yang membimbing Anda dengan “melepas” dan memberi Anda kebebasan. Mempelajari dan menyesuaikan diri dengan dosen pembimbing adalah salah satu elemen penting yang mendukung kesuksesan Anda dalam menyusun skripsi.

Tiap universitas/fakultas mempunyai kebijakan tersendiri soal dosen pembimbing ini. Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing yang Anda inginkan. Tapi ada juga universitas/fakultas yang memilihkan dosen pembimbing buat Anda. Tentu saja lebih “enak” kalau Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing untuk skripsi Anda.

Lalu, bagaimana memilih dosen pembimbing yang benar-benar tepat?

Secara garis besar, dosen bisa dikategorikan sebagai: (1) dosen senior, dan (2) dosen junior. Dosen senior umumnya berusia di atas 40-an tahun, setidaknya bergelar doktor (atau professor), dengan jam terbang yang cukup tinggi. Sebaliknya, dosen junior biasanya berusia di bawah 40 tahun, umumnya masih bergelar master, dan masih gampang dijumpai di lingkungan kampus.

Tentu saja, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau Anda memilih dosen pembimbing senior, biasanya Anda akan mengalami kesulitan sebagai berikut:

* Proses bimbingan cukup sulit, karena umumnya dosen senior sangat perfeksionis.
* Anda akan kesulitan untuk bertemu muka karena umumnya dosen senior memiliki jam terbang tinggi dan jadwal yang sangat padat.

Tapi, keuntungannya:

* Kualitas skripsi Anda, secara umum, akan lebih memukau daripada rekan Anda.
* Anda akan “tertolong” saat ujian skripsi/pendadaran, karena dosen penguji lain (yang kemungkinan masih junior/baru bergelar master) akan merasa sungkan untuk “membantai” Anda.
* Dalam beberapa kasus, bisa dipastikan Anda akan mendapat nilai A.

Sebaliknya, kalau Anda memilih dosen pembimbing junior, maka Anda akan lebih mudah selama proses bimbingan. Dosen Anda akan mudah dijumpai di lingkungan kampus karena jam terbangnya belum terlalu tinggi. Dosen muda umumnya juga tidak “jaim” dan “sok” kepada mahasiswanya.

Tapi, kerugiannya, Anda akan benar-benar “sendirian” ketika menghadapi ujian skripsi. Kalau dosen penguji lain lebih senior daripada dosen pembimbing Anda, bisa dipastikan Anda akan “dihajar” cukup telak. Dan dosen pembimbing Anda tidak berada dalam posisi yang bisa membantu/membela Anda.

Jadi, hati-hati juga dalam memilih dosen pembimbing.
Format Skripsi yang Benar

Biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.

Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini.

Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.

Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.

Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.

Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini.

Jangan lupa untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).
Beberapa Kesalahan Pemula

Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.

Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1.

Bab I: Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak. Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)

Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan.

Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan.

Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.

Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.
Menghadapi Ujian Skripsi

Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi.

Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.

Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah “konfirmasi” atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.

Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji.

Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.

Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A.

Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.
Pasca Ujian Skripsi

Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan.

Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?

Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini.

Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan.

Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan?
Possibly Related:

* Mari Kita Membeli Ijazah
* Berapa Sih Harga Satu Menit?
* Lulusan Jaman Sekarang
* Mari Memasak Steak
* Tentang Akuntansi Manajemen

Trackbacks/Pings

1. Lulusan Jaman Sekarang » Nofie Iman
November 6th, 2006 at 8:44 am
2. ohh…yeah… » Cara mudah menyusun skripsi
March 5th, 2007 at 3:36 pm
3. Kopidangdut: Antara Idea dan Realita Kehidupan … Skripsi Hukum dan Skripsi Pada Umumnya Serta Permasalahannya «
August 6th, 2007 at 10:38 am
4. Catatan Akhir Kuliah » :: Tinggal 2 semester lagi..
February 17th, 2008 at 11:52 pm
5. Kiat Cepat Menyusun Skripsi « Bahan Kuliah/ Lecture/ Reader
February 25th, 2008 at 10:12 am
6. Mencari Judul Skripsi Terbaru? » Blog Archive » Jangan menulis skripsi sebelum mengunjungi blog ini
April 27th, 2008 at 11:34 pm
7. SKRIPSI yuk « Enlightning
May 3rd, 2008 at 2:08 am
8. Metodologi Penelitian & Sistem Informasi Manajemen :: Cara Cepat Menyusun Skripsi :: May :: 2008
May 7th, 2008 at 1:29 pm
9. Cara Menyusun Skripsi « Joe.golan
September 29th, 2008 at 1:45 pm
10. Jangan menulis skripsi sebelum mengunjungi blog ini | ngampus.com
November 20th, 2008 at 11:36 pm
11. LuLusAN zAMan SekAraNG « Luphiz’s Blog
May 8th, 2009 at 1:32 pm


sekadar tambahan: (forward dari milis)

Belajar merupakan proses kontinu/berkesinambungan yang merupakan kombinasi antara: menguasai sesuatu yang baru, menggunakan sesuatu yang sudah dikuasai, dan mengajarkan sesuatu yang sudah dikuasai pada orang lain.

Semua manusia pada dasarnya melakukan tiga hal di atas selama hidupnya (belajar berjalan, membaca, berbicara, dll). Tinggal ganti `sesuatu’ dengan fisika/topik fisika/bidang ilmu yang kita minati. Itu menurut saya langkah yang paling alamiah dan wajar untuk menjadi fisikawan. Hal di atas juga tidak didikte oleh latar belakang (umur, agama, kelamin, pendidikan, dll).

Ini beberapa point penjabaran:

* Fisika (atau ilmu apa saja) itu luaassss sekali. Orang sepintar apa pun tidak akan pernah bisa menguasai fisika (atau bidang ilmu lainnya) semuanya. Bahkan bagian pokoknya saja masih luas. Jadi jangan pernah khawatir kalau tidak tahu sesuatu.

* Belajar itu proses kumulatif (akumulasi) sedikit demi sedikit. Yang sering sekali dilupakan adalah karena mempelajari sesuatu yang kecil, lantas tidak dianggap serius. Sekecil atau semudah apa pun yang mau dipelajari, sebaiknya dipelajari dengan baik.

* Tujuan utama BUKAN menyelesaikan problem/topik besar (saya mau buat teori kuantum gravitasi ! Saya mau jago fisika sampai nguasai segala macam teori medan kuantum dan kosmologi ! Nah loh !), tapi bagaimana untuk selalu bisa menggunakan ilmu/pengetahuan yang sudah dikuasai. Tidak perlu malu atau minder kalau pengetahuan belum banyak. Hampir selalu ada hal-hal (kadang penting) yang bisa dilakukan dengan pengetahuan, sesedikit apa pun.

* Belajar mandiri merupakan kemampuan yang harus dimiliki. Definisi belajar mandiri bukan berarti sendirian (single-fighter/alone): sambil pegang buku setumpuk coba di baca semua dan diselesaikan soalnya ! Tetapi bagaimana bisa memperoleh pengetahuan atas inisiatif sendiri. Perhatikan kata kuncinya: inisiatif sendiri ! Sumber pengetahuan banyak: buku, jurnal, internet, paper, tanya orang lain pun termasuk, eksperimen, coba-coba, iseng-iseng, denger kebetulan di tengah kumpul-kumpul, melihat seminar! Jadi bagaimana dengan inisiatif sendiri kita menggunakan semua sumber pengetahuan untuk mendapatkan ilmu.

* Baca-baca-baca-baca ! Banyak sekali pengetahuan yang sudah tertulis di buku/paper dan kita tinggal membaca. Bagaimana mencari buku/paper/jurnal/webpage yang tepat dimana tertulis sesuatu yang kita butuhkan, adalah seni dan teknik yang tidak mudah tapi bisa dipelajari. Tools seperti Google saja bisa sangat membantu untuk belajar. (Terus terang, Google adalah tempat bertanya saya yang pertama kali umumnya kalau saya ada masalah, masalah apa saja)

* Tanya-tanya-tanya-tanya ! Kuliah itu diadakan untuk bertanya. Bahan yang dicatat di papan tulis sebagian besar disalin dari buku (kecuali kalau yang ngasih kuliah jago banget dan punya ilmu baru).

o Kenapa kita harus bertanya ? Karena tidak akan pernah dosen/pengajar bisa memberikan semuanya pada murid kalau cuman dosen/pengajar sendiri yang ngomong di kelas. Mungkin dosen/pengajar menganggap mahasiswa tahu X, padahal mahasiswa belum tahu. Mungkin dosen/pengajar tanpa sengaja melewatkan materi Y, padahal materi Y penting, dan baru setelah ada yang tanya tentang materi Y, sang dosen/pengajar sadar (Oh iya, saya lupa tentang Y, kuliah berikut kita bahas). Mungkin … tanya saja, adalah hak anda untuk bertanya, meski belum tentu dijawab.
o Di Indonesia, yang satu ini sudah budaya mengakar: orang sulit bertanya. That’s really bad. Akibat yang paling buruk karena orang jarang/tidak pernah bertanya: orang tidak tahu bagaimana cara bertanya ! Padalah pertanyaan adalah kunci mencari pengetahuan, baik pengetahuan baru atau lama.
o Komunikasi dan interaksi adalah kunci pengajaran, pembelajaran, dan penyebaran ilmu.
* Terkait soal sebelumnya: karena orang tidak tahu bagaimana bertanya, orang tidak bisa membedakan antara bertanya dan meminta orang lain untuk mengerjakan perkerjaannya. Itu 2 hal yang berbeda, tapi tipis. Mula-mula kalau anda baru belajar untuk bertanya (iya, tidak tahu bagaimana memformulasi pertanyaan, jadi belajar bertanya), anda mungkin tidak tahu bedanya. Tapi kalau sudah biasa bertanya (dan menjawab pertanyaan orang lain tentunya), anda akan tahu, bedanya di mana. Anda bisa mengenali: Oh si A itu cuman malas doank, dia nggak mau kerja. Oh si B itu dia ingin tahu, kalau sudah diberitahu dia akan coba dan kerjakan sendiri.

Ketidakbisaan membedakan 2 hal di atas itu buruk sekali. Itu memicu kemalasan di satu pihak yang pemalas (merasa dia bertanya, padahal dia minta orang lain ngerjakan kerjaanya), dan juga memicu keseganan untuk bertanya di pihak yang rajin (merasa takut kalau pertanyaan dia dianggap malas, padahal dia memang ingin bertanya). Dua-duanya kontraproduktif untuk perkembangan ilmu.
* Tulis-tulis-tulis. Dulu saya malas nyatat dan nulis, tapi itu ternyata salah. Otak saya terbatas kapasitasnya dan gampang lupa, jadi mendingan ditulis. Kalau anda punya ide/pikiran atau apa, tulis. Tidak perlu rapi sekali asal jelas, tapi tulis. Sebab siapa tahu ide/pikiran anda ternyata berguna kemudian. Kalau ada masalah, tulis masalahnya. Kalau nemu buku/paper bagus, tulis siapa pengarangnya. Kalau ketemu orang atau siapa yang kira-kira pintar dan baik dan bisa ditanya, tulis email/alamatnya. Tulis-simpan-baca-lagi.

* Jangan dikira hanya ada 1 metode atau cara dalam fisika/ilmu. Ada kisah tentang seorang dosen yang ngasih PR tentang medan magnet dari suatu rangkaian listrik. Dari seluruh anak di kelas, hanya ada 1 yang bisa mengerjakan. Kok bisa ? Ternyata problem itu tidak mudah untuk diselesaikan secara analitik (diturunkan atau pakai integral atau apa), tapi rangkaian listrik itu bisa dibikin di lab elektronik, dan medan magnetnya bisa diukur ! Satu anak yang dapet jawaban adalah orang yang pergi ke lab dan membuat rangkaiannya di lab, lalu mengukur.

Fisikawan menggunakan segala macam cara dalam riset: cara-cara yang mungkin tidak terbayang kalau kita masih baru, tapi ternyata sahih dari segi prinsip ilmiah.
* Jebakan/pitfall/trap dalam belajar atau kerja di fisika (serta bidang ilmu lainnya) itu banyak. Tidak semua textbook/paper (seterkenal apa pun pengarangnya) itu bagus dan benar. Tidak semua orang yang kerja di fisika itu tahu fisika dengan benar (ini fakta - but life goes on). Dan hanya anda sendiri yang bisa mencegah jatuh ke dalam jebakan tsb, dengan selalu bersikap kritis, terbuka, dan ingin tahu. Saya sudah terjebak teksbook/penjelasan yang kurang bagus, konsep/ide yang salah/kurang tepat, kata-kata atau pendapat orang lain yang ternyata salah berkali-kali jadi kalau kelak anda mengalami nasib serupa jangan patah semangat - semua orang bisa jadi mengalami hal sama.

Dunia fisika, misalnya, tidak se-innocent dan se-polos dan se-ideal dugaan anda. (Wah, fisika/fisikawan itu idealis yah .. wah salah besar ini). Meng-idealisasi fisika sejak awal adalah kesalahan fatal !
* Jangan takut salah ! Terutama bagi yang sudah senior atau apa, karena takut tampak bodoh di depan murid. Lebih baik bilang tidak tahu daripada sok tahu ! Dengan sendirinya, juga jangan menyalahkan/mencela orang lain kalau orang lain tidak tahu, tapi bantu !

* Luangkan waktu untuk mengajarkan apa yang sudah anda ketahui, dan menjawab pertanyaan orang lain. Setiap orang yang bekerja dalam bidang ilmu adalah juga pengajar (meskipun ybs tidak berprofesi sebagai guru atau profesor). Beberapa hal positif dari menjawab pertanyaan: menyegarkan kembali pengetahuan di otak, memberi saya cara pandang baru pada suatu masalah, memberi saya petunjuk dan kesempatan menemukan jebakan/pitfall/trap terkait point 10 di atas, dan dengan sendiri-nya solusi untuk jebakan/pitfall/trap tsb. Di tempat saya bekerja, dimana ada 500 lebih orang (profesor, staf riset di lab, insinyur dan teknisi, dan mahasiswa Ph.D.), bertanya dan menjawab pertanyaan adalah kebiasaan sehari-hari semua orang, tidak hanya yang masih baru atau junior. Besar sekali kemungkinannya bahwa situasi serupa akan juga ditemukan di tempat-tempat lain di mana kegiatan riset dan akademiknya maju.

* Terakhir: Jangan percaya 100 persen pada pendapat/pikiran orang lain sebelum dibaca/dipikirkan/dan dicoba sendiri. Termasuk kata-kata saya di atas. Coba sendiri dan buktikan apakah kata-kata saya benar atau salah. Kalau benar ya berarti good news, kalau salah berarti saya harus perbaiki. Practice ! Experiment ! Just try it !

4 Jenis Mahasiswa, Anda Termasuk Yang Mana?



1. Mahasiswa Yang Tidak Sadar Akan Ketidakmampuannya (Unconsciously Incompetent)

Tahun 1994, kehidupan saya di Jepang di mulai. Saya beserta 14 orang yang lain sekolah bahasa Jepang di Shinjuku, nama sekolahnya Kokusai Gakuyukai. 1 tahun belajar bahasa Jepang, kita berhasil menghapal sekitar 1000 kanji. Kemampuan bahasa Jepang level 1 menurut Japanese Language Proficiency Test alias Nihongo Noryoku Shiken. Kebetulan karena saya senang nggombalin orang ngomong, percakapan bahasa Jepang saya cukup terasah (pera-pera). Di Kokusai Gakuyukai, kita juga diajari pelajaran dasar untuk Matematika, Fisika dan Kimia. Ini juga nggak masalah. Kurikulum Indonesia yang padat merayap plus rumus-rumus cepat ala bimbel :D , membuat soal-soal jadi relatif mudah dikerjakan. Karena saya newbie di dunia komputer, padahal harus masuk jurusan ilmu komputer, saya beli komputer murah untuk saya oprek. Newbie? yah bener, saya gaptek komputer waktu itu. Saya kerja keras, saya bongkar PC, saya copoti card-cardnya karena pingin tahu, sampe akhirnya rusak hehehe. Terus nyoba mulai install Windows 3.1. Lebih dari 3 bulan, tiap malam saya keloni terus itu komputer, jadi lumayan mahir lah. Tahun 1995, masuk ke Saitama University dengan sangat PD dan semangat membara :) . Nah pada tahap ini saya sebenarnya masuk ke jenis mahasiswa yang tidak sadar akan ketidakmampuannya. Dikiranya semua sesuai dengan yang dibayangkan dan diangankan.

2. Mahasiswa Yang Sadar Akan Ketidakmampuannya (Consciously Incompetent)

Masuk kampus, ternyata bekal kanji 1000 huruf nggak cukup. 1000 kanji itu level anak SD atau SMP di Jepang. Saya perlu lebih dari 30 menit untuk membaca 1 halaman buku textbook pelajaran, padahal orang Jepang hanya perlu 2-3 menit :( Kemahiran percakapan juga nggak banyak menolong karena mahasiswa Jepang membentuk grup-grup. Saya satu-satunya mahasiswa asing di Jurusan, nggak kebagian teman, meskipun sudah kerja keras tegur sapa, ngajak kenalan, nanya jam, nanya mata pelajaran, dsb. Matematika, Fisika, dan Kimia sebenarnya mudah, hanya masalahnya karena Kanji terbatas, kadang saya nggak ngerti yang ditanyain apa. Jadi kadang saya kerjasama dengan mahasiswa Jepang disamping saya, dia ngerti apa yang ditanyain, tapi nggak bisa ngerjakan. Sebaliknya saya nggak ngerti yang ditanyain, tapi sebenarnya bisa ngerjain … hehehe. Untuk praktek di lab komputer, ternyata semua pakai terminal Unix (Sun), sama sekali nggak ada mesin yang jalan under (Microsoft) Windows. Yang pasti, harus sering mainin command line di shell, untuk ngedit file hanya bisa pakai emacs, browsing hanya bisa pakai mosaic, laporan harus pakai latex, buat program harus pakai bahasa C atau perl (CGI) untuk yang berbasis web. Kenyataan membuat saya sadar akan ketidakmampuan saya :) .

3. Mahasiswa Yang Sadar Akan Kemampuannya (Consciously Competence)

Karena sadar bahwa banyak hal yang ternyata saya belum mampu, yang saya lakukan adalah belajar keras. Saya kurangi tidur, saya perbanyak baca, perbanyak beli buku, beli kamus elektronik, banyak diskusi dengan teman-teman mahasiswa Jepang. Saya mulai banyak bermain-main dengan Linux dan FreeBSD di rumah untuk kompatibilitas dengan tugas kampus. Nyambung internet dengan dialup, mulai belajar mengelola server, mulai membuat program kecil-kecilan dengan bahasa C dan Perl. Banyak kerja part time, mulai dari nyuci piring, interpreter, code tester dan programmer. Saya mulai aktif di dunia kemahasiswaan, baik di dalam kampus maupun di luar kampus, termasuk ikut mengurusi Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang sampai pernah terpilih jadi ketua umumnya. Knowledge dan skill di kampus terasah, experience dan manajemen keorganisasian juga terasah. Alhamdulillah saya mulai banyak punya teman Jepang, kadang makan bareng, main bareng atau ngoprek komputer bareng di asrama mereka. Untuk menambah ilmu kadigdayaan (sebenarnya sih untuk keperluan kerja part time ;) ), saya menambah peliharaan komputer di apartemen dengan Apple Macintosh dan beberapa Unix machine.

Tahun pertama dan kedua terlewati dengan baik, nilai lumayan dengan nuansa penuh kegembiraan. Saya berusaha semaksimal mungkin “menjual” kemampuan saya, baik dalam bentuk jasa alias sebagai interpeter, lecturer, programmer, software engineer, maupun dalam kemasan produk software yang saya buat (sistem informasi rumah sakit, sistem informasi periklanan, web application, network management system, dsb). Alhamdulillah saya sudah bisa mandiri dan mendapat banyak pengalaman dan keuntungan finansial mulai tahun ketiga kehidupan saya di Jepang, sehingga akhirnya saya putuskan menikah “dini” supaya lebih tenang, aman dan sehat ;) . Nah pada masa ini jenis saya adalah semakin sadar akan kemampuan saya :) .

4. Mahasiswa Yang Tidak Sadar Akan Kemampuannya (Unconsciously Competence)

Saya banyak ngejar kredit di tahun 1 dan 2, dengan harapan bisa tobikyu (loncat tingkat), meskipun saya kemudian nggak minat lagi karena ternyata di Jepang kalau kita loncat langsung ke program Master (S2), ijazah S1 nggak diberikan oleh Universitas. Resiko besar kalau saya balik Indonesia tanpa ijazah S1, urusan birokrasi pemerintahan (PNS) akan merepotkan, apalagi kalau nanti nyalon jadi walikota semarang, bisa kena pasal ijazah palsu … hehehe. Akhirnya tingkat 3 kuliah banyak kosong (sudah terambil di tingkat sebelumnya). Part time juga saya lebih selektif, hanya di bidang garapan saya saja, yang bisa kerja remote dan lebih bebas waktunya. Tidak ada lagi tempat untuk kerja kasar nyuci piring atau angkat karung. Saya terpaksa ambil mata kuliah jurusan lain untuk menjaga ritme kampus. Meskipun kadang ditolak professor pengajar, karena saya ambil mata kuliah semacam combustion, teknologi pendidikan, sistem tata kota, dsb yang nggak ada hubungan dengan computer science. Akhirnya karena keasyikan ngambil kredit, nggak sadar kelebihan kredit. Total terambil 170 kredit, padahal syarat lulus S1 hanya 118 kredit :D.

Sehari hampir 18 jam di depan komputer, kecuali tidur sekitar 6 jam, tugas kampus juga saya kerjakan dengan baik. Akhirnya masuklah saya ke masa, “nggak ngerti lagi mau ngapain di Internet” :D . Saya mulai suka iseng dan banyak aktif di dunia underground dengan berbagai nama samaran. Saya kadang membuat program looping tanpa stop untuk mbangunin admin kampus, alias men-downkan server karena overload CPU dan memori. Kadang nge-brute force account teman untuk ambil passwordnya, sehingga bisa baca email-email cintanya ;) . Sampai akhirnya saya pernah kena skorsing 3 bulan karena ngecrack account professor-professor di kampus. Nah di masa ini, saya berubah jenis sebagai mahasiswa yang nggak sadar bahwa punya kemampuan untuk berbuat negatif dan merusak kestabilan kampus :) .

Di sisi lain, saya banyak mendapatkan knowledge di Universitas, formal language dan automata, software project management, software metrics, requirement engineering, dsb yang pada saat dapat kita mikirnya ini nanti dipakai dimana yah :) . Tapi ternyata semua itu bekal yang cukup berguna ketika harus masuk ke dunia industri dan menggarap project-project yang lebih riil. Kondisi seperti ini juga termasuk dalam posisi yang tidak sadar akan kemampuannya :)

Bagaimanapun juga mahasiswa sebaiknya di arahkan untuk menjadi jenis ke-3, yang sadar akan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk hal-hal positif. Kalaupun ada mahasiswa yang dengan skillnya terjebak tindakan negatif, pembimbing ataupun dosen juga harus bijak mensikapi. Bagaimanapun juga ini semua adalah proses belajar dan proses pematangan diri. Sebagai tambahan, 4 hal diatas diformulasikan orang dan terkenal dengan nama teori Experiential Learning. Lalu anda termasuk yang mana? Silakan dijawab sendiri.

Yang paling penting, apapun jenis anda, jangan pernah menyerah dan tetap dalam perdjoeangan !

Tips Menjadi Mahasiswa Sukses


Anda mahasiswa yang luntang-luntung kurang kerjaan? Sudah mulai mual ndengerin kuliah pak dosen? Mulai bete dengan suasana kos-kosan? Apalagi teman dekat sudah mulai pindah kos karena nggak tahan anda utangin terus hehehe. Pingin teriak sekeras-kerasnya tapi takut ditimpukin tetangga? Atau dulu punya mimpi pingin ikut mbangun republik tercinta, tapi jangankan itu, mbangun diri sendiri saja susah bo :) Apa salah jurusan yah? Padahal dulu dah baca-baca tulisan tips dan trik memilih jurusan. Bingung karena nggak dapat apa-apa di universitas. Jadi makin terseok-seok dan tanpa ruh kalau baca tulisan tentang jenis mahasiswa. Hmmm … coba deh ikuti tulisan ini, siapa tahu ada tips yang cocok dan bisa bikin semangat bangkit.

1.

Bangun tidur, berdiri di depan kaca, ucapkan bahwa andalah yang terbaik di kos-kosan ini (Ya soalnya anda sendirian sekarang :D) Kalau anda merasa itu kurang, ucapkan bahwa andalah yang terbaik di kelas anda atau terganteng di kampus anda. Yakinilah bahwa anda adalah manusia pilihan, paling tidak terpilih sebagai wakil desa anda yang bisa kuliah di universitas ini. Atau kalau lebih pede lagi, bilang bahwa andalah makhluk terbaik di muka bumi, ya memang benar, paling tidak dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan :P
2.

Mandi yang bersih, sisir dan rapikan rambut anda. Ambil handphone, bikin senyuman paling manis, foto wajah anda. Ulangi lagi kalau masih kurang enak dilihat. Kalau sampai 10 kali jepretan masih juga kurang enak di lihat, ambil secara acak saja. Mungkin wajah anda memang tidak terlalu enak dilihat :)
3.

Nyalakan komputer, akses internet, nggak usah ke mana-mana, langsung saja buka http://wordpress.com. Buat account blog di sana.
4.

Renungi hidup anda, ingat-ingat lagi perjalanan hidup dari kecil sampai sekarang dan apa yang telah anda lakukan. Masuk ke menu administrasi http://wordpress.com, klik Write->Page. Buat tulisan dengan judul About Me, tuliskan resume, kisah hidup dan Curriculum Vitae (CV) anda. Tuliskan “apa saja” seluruh kegiatan anda di sana. Dari lahir, SD, SMP, SMA dan kuliah. Pernah jadi ketua OSIS, sekretaris, bendahara atau pesuruh OSIS? Atau pernah ikutan nyembelih kambing kurban, pernah jadi penjaga masjid, pernah bikin workshop komputer, pernah menang lomba balap karung, cerdas cermat atau lomba gambar di kampung. Tulis semuanya. Kerahkan seluruh ingatan anda, anggap saja nostalgia. Sekali lagi, tulis semua, apapun yang anda lalui di “Page” berjudul About Me tadi. Sudah puas? Klik “Publish“. Kalau ada yang kurang tambahi lagi, kalau merasa halaman itu nggak cukup dan harus tulis dalam OO Writer atau MS Word, copy and paste saja draft tadi. Jangan lupa convert ke PDF dan upload di halaman About Me. Perbaiki terus CV anda setiap ada kegiatan yang anda lakukan, sekecil apapun. Beri juga skrinsyuut kalau diperlukan. Oh ya, foto manis anda tadi jangan lupa dipasang di halaman About Me, kalau pingin contoh, termasuk gimana nempatan CV versi PDF cek di sini deh :)
5.

Sekarang ayok berdiri, jalan ke meja belajar anda. Kenangi kehidupan kampus anda, senangnya ketika diterima di universitas ini, semangatnya ikutan ospek (atau apa ya namanya sekarang?), dosen-dosen anda yang baik dan menyenangkan, nilai mata kuliah anda yang naik turun (yang pasti lebih banyak turunnya ;)), dan mungkin juga teman-teman mahasiswi anda yang sudah menolak cinta anda :) Kenang semua. Olala, ada kenangan manis disaat anda berjaya dengan satu mata kuliah yang anda senangi, dosennya juga maknyus kalau ngajar, dan anda akhirnya anda mendapatkan berkah nilai A diantara tumpukan nilai C, D dan E.
6.

Mata kuliah apa itu ya, yang dulu anda senangi? Cari buku catatan anda, obrak abrik meja belajar untuk nyari buku textbook mata kuliah itu. Ketemu? Oalah anda ternyata jagoan Rekayasa Perangkat Lunak. Ok sekarang lihat lagi tulisan di buku catatan anda yang sudah lusuh. Cocokan dengan buku textbook. Sekarang tulis kenangan anda tentang mata kuliah Rekayasa Perangkat Lunak itu. Jangan tulis yang lain, konsentrasi saja ke satu mata kuliah itu. Tulisan apapun asal berhubungan dengan Rekayasa Perangkat Lunak. Satu topik tulisan cukup 4-6 paragraf saja, jangan kepanjangan. Kalau belum puas, buat lagi topik lain, batasi juga 4-6 paragraf. Nulisnya di Write->Post lho ya, jangan lupa.
7.

Kurang bahan? Dulu kayaknya pernah pinjem buku bagus tentang Rekayasa Perangkat Lunak di perpustakaan? Ok, kebetulan dah masuk waktu dhuhur dan makan siang. Jangan lupa mampir dulu untuk sholat dhuhur di masjid samping kos-kosan, dan makan siang di warteg andalan. Ok, genjot sepeda ke kampus, langsung ke perpus. Cari buku kenangan anda tadi. Juga cari banyak berita dan tulisan populer tentang software dan metode pengembangan. Kalau perpus ada internet, balik lagi ke http://wordpress.com anda. Lanjutkan tulisan-tulisan anda.
8.

Ops nggak terasa sampai maghrib di perpus. Sholat, makan malam dan pulang. Ingat-ingat deh dulu kayaknya pernah ngerjain Tugas Mandiri berhubungan dengan software? Ok kumpulin file-filenya yuk. Dari mata kuliah apa saja lah, bisa Rekayasa Perangkat Lunak, Dasar Pemrograman, Pemrograman berorientasi Obyek, atau apapun. Kalau ada program yang dulu dibuat juga kumpulin. Dibahas saja program yang pernah dibuat, sekaligus dibagi gratis tuh codenya. Walah bisa jadi satu kategori baru tuh di blog :)
9.

Sebelum tidur, baca bismillah, dan ucapkan syukur hari ini anda sudah melakukan kegiatan yang sangat baik dan produktif, kegiatan yang bisa membanggakan orang tua, teman, tetangga, dan dosen anda. Dan Insya Allah bisa menjadi bekal kontribusi anda ke republik tercinta ini.
10.

Bangun pagi, nggak usah kebanyakan tidur, anda bukan bayi lagi :) Sholat shubuh dan lanjutkan petualangan hidup anda.
11.

Sebelum masuk kuliah baca-baca buku dulu deh, hari ini pak dosen mau ngajari apa, siapa tahu bisa jadi bahan tulisan. Kalau ada waktu pagi bikin resume atau rangkuman bab yang pak dosen akan ajar. Insya Allah saya jamin anda akan masuk ke kelas dengan suasana yang berbeda. Anda tidak lagi tidur. Horeeee! Lho kok bisa, ya soalnya anda jadi pingin konfirmasi ke pak dosen, yang anda pahami dari rangkuman tadi bener nggak. Dan anda akan nyimak karena anda berharap bisa jadi bahan tulisan. Ada kemungkinan anda akan lebih pinter dari pak dosen, karena kadang saking sibuknya ngerjain proyek, pak dosen kadang lupa belajar … hihihi. Kalau ada pertanyaan yang nggak bisa dijawab pak dosen, anda angkat tangan saja, bilang bahwa pernah mengupas tuntas masalah itu, sebutkan URL blog anda. Bantu dosen anda jawablah, siapa tahu malah nanti diminta bantu dosen ngerjain proyek atau malah jadi asisten dosen. Cuman jangan galak-galak sama adik kelas yah, jaman dosen bangga karena nggak ngelulusin mahasiswa sudah kuno. Yang trend sekarang dosen gaul, kayak si broer sang dosen flamboyan (ngajar di semua kampus di jakarta bo) dan mbah IMW dari gundar :)
12.

Lanjutkan perdjoeangan. Mudah-mudahan semester ini tumpukan nilai A anda semakin banyak. Dan Insya Allah saya jamin, anda tidak akan kesulitan ngerjain skripsi atau TA di semester akhir. Kok bisa? Ya, anda sudah terbiasa banyak baca dan nulis, ini modal penting bikin skripsi. Logikanya kalau anda banyak nulis, pasti banyak baca tho :) Jangan lupa untuk submit artikel-artikel anda di IlmuKomputer.Com, prosedurnya ada di sini nih. Ini penting karena kabarnya numpang nampang di IlmuKomputer.Com bisa bawa hoki, bisa dapat jodoh, pekerjaan, project atau ketularan gemuk dari foundernya. Yang pasti bisa bantu ningkatin traffic blog anda :)
13.

Kalau kebiasaan 1-12 anda lakukan sampai anda lulus, Insya Allah anda tidak akan kesulitan mencari pekerjaan. Justru pekerjaan yang akan mencari anda. Tulisan-tulisan anda di blog sudah di-indeks oleh banyak mesin mencari. Bahkan mungkin kalau orang googling dengan keyword “Rekayasa Perangkat Lunak Indonesia“, yang muncul nomor satu adalah blog anda. Anda nggak perlu bawa CV ke mana-mana karena anda sudah tulis di blog anda. Tentu anda akan semakin surprise kalau ada penerbit yang nawarin membukukan tulisan-tulisan Rekayasa Perangkat Lunak yang anda telateni selama ini. Kesempatan jadi dosen bukan mimpi lagi, lha wong yang nulis bukunya anda je. Wajar tho sekalian ngajar ;) Malah anda mungkin sudah ditokohkan oleh masyarakat Indonesia di bidang Rekayasa Perangkat Lunak? Amiiin. Cuman jangan sombong, sombong itu temannya setan :)
14.

Akhirnya, alhamdulillah anda telah sukses melewati kehidupan mahasiswa anda dengan baik. Bukan karena siapa-siapa, tapi karena perdjoeangan anda sendiri, karena tangan anda sendiri, dan tentu saja pertolongan dari yang DIATAS. Jangan lupa, tetap lanjutkan perdjoeangan di kehidupan baru.